Marhaban Bikumul
Al-Kautsar_@n Islamic Side
Semoga bermanfaat

Al-Kautsar_@n Islamic Side

Al-kautsar an islamic side adalah blog tentang risalah/artikel islam dan aplikasi islami

Memaknai Tahun Baru Hijriah Berdasarkan Sejarah Islam


Assalamu'alaikum para Saudaraku seiman, 
Semoga keselamatan dan keberkahan kepadamu sekalian.

Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah Tuhan semesta alam, serta shalawat dan salam atas Nabi junjungan Muhammad SAW, semoga cinta dan kasih sayangnya masih melekat di hati kita semuanya, amiin ya Allaah..

Lama tak nulis kerna kesibukan kerja, alhamdulillah saat ini saya mendapat hidayah dan kesempatan dari Allah untuk kembali berbagi dan sharing tentang perkara islam. Untuk kesempatan ini saya akan membahas tentang bagaimana memaknai tahun baru hijriah dengan judul " Memaknai Tahun Baru Hijriah Berdasarkan Sejarah Islam" berketepatan saat ini adalah 1 Muharram 1436 H. Hehehe. Sebelumnya saya mengucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1436 H ya kepada saudara-saudaraku semuanya. 

Sepertinya muqoddimah dah siap dah, dari pada berlama-lama lebih baik kita langsung ke topik ( macam kata wak Tukul, "kembali ke laptop".

Artikel ini bermula dari status saya di Fb yang mengangkat tentang tahun baru islam,

"Thola'al badru 'alaina, min syaniiyyatil wadaaa', wajabasysyukru 'alaaaina, mada'aaalillaaaahidaa"
mengenang kalimat yang didendangkan sekitar 578 tahun silam di Madinah
Maknanya boleh kita cerminkan dlm diri masing2...
Selamat Tahun Baru Hijriah 1436 H "


alhamdulillah banyak di antara saudaraku yang muslim kasi like. Yang paling menonjol adalah komentar dari om saya Muhammad Hasyim yang mengajukan pertanyaan kepada saya.

Dulu bgt semangat sahabat menyambut kedatangan islam yg dibawa rasul kini semangat itu mulai hilang oleh sebahagian ummat islam penyebabnya adalah...... apa mikjlis cb jawab"

Menanggapi pertanyaan tersebut saya pun langsung berpikir dan mencoba mengingat sejarah islam dan membandingkannya dengan kehidupan ummat muslim pada saat ini, lalu saya pun membalas komentar om tersebut "
"....dari sejarah, kegembiraan ummat muslim pada saat seperti ini adalah kerna melihat datangnya Nabi, selamatnya Nabi dari kepungan para kafir, Bagaimana kegembiraan itu ?? mengapa ummat muslim begitu bergembira??

jawabannya tak lain adalah kerna kecintaan mereka kepada Agama Allah dan baginda SAW, kekhawatiran mereka , kecemasan mereka selama menunggu Nabi, Ketika dari jauh sahabat melihat kedatangan Nabi, mereka pun bersorak gembira dengan penuh syukur. Nah sekarang mengapa kegembiraan itu seakan tidak dikenang lagi??? Jawabnya adalah " Seberapa besar sekarang cinta yang dimiliki ummat muslim kepada Allah dan Baginda SAW"

banyak penyebabnya ooom, 3 yang paling menonjol menurut saya adalah



1. pemahaman tentang islam sangat minim, banyak diantara kita yang berlomba-lomba mengerjar kehidupan dunia, jadi sering lupa tentang hidup setelah matinya, makanya sekarang pendidikan islam itu gk terlalu menarik utk orangtua mengajarkan anak-anaknya (lihat berapa banyak sekarang ummat islam yang buta dengan al-quran, tapi siap berkorban mahal untuk sains, dan ilmu2 dunia yang lain;
ingat dalam Q.S Al-Anfal 8 : 2
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal"
apakah mungkin hati akan seperti itu jika mata hati dan mata lahir kita dah buta dengan al- quran?

2. ummat islam sekarang dilahirkan dalam ketentraman, sehingga sering lupa tentang sejarah islam, bagaimana perjuangan dan pengorbanan (harta dan nyawa) Rasulullah SAW dengan para sahabat untuk menegakkan syahadat, ( saya yakin jika ummat islam sekarang akan menolak jika ada kesempatannya syahid di jalan Allah, mereka akan menolak, dengan alasan dunianya )

3. Ummat islm sekarang jarang berbincang-bincang dengan Allah, jarang curhat dengan allah, jaaaauh dari Allah, bagaimana hidayah akan datang klu kita menutup hati??"


Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin ini bukan tanpa alasan. Ada berbagai faktor yang menjadi pemicu untuk melakukan hijrah.
Firman Allah :
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,
Q.S An-Nisaa 4 : 97

Pertama : Karena adanya siksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Begitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan dakwah secara terbuka, berbagai ancaman mulai diarahkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang beriman yang mengikutinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpikir untuk mencari perlindungan di luar Makkah. Sehingga terjadilah hijrah kaum muslimin ke Habsyah, Thaif, dan kemudian ke Madinah.

Penyebab hijrah ini, di antaranya karena penyiksaan dan penindasan kaum kafir Quraisy atas kaum muslimin. Riwayat yang menguatkan faktor ini, tersirat dalam perkataan Bilal Radhiyallahu anhu ketika ia hendak berhijrah:

اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ

Wahai Allah ! Laknatlah Syaibah bin Rabî'ah, 'Utbah bin Rabî'ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah menyebabkan kami keluar dari negeri kami ke negeri derita.

Juga hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang hijrahnya orang tuanya. Beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

اسْتَأْذَنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْخُرُوجِ حِينَ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْأَذَى

Abu Bakr Radhiyallahu anhu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhijrah, ketika penderitaannya terasa berat.

Kedua :Adanya kekuatan yang akan membantu dan melindungi dakwah, sehingga memungkinkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan leluasa. Hal ini sebagaimana tertuang dalam nash Bai'atul-'Aqabah kedua. Yaitu kaum Anshâr berjanji akan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana melindungi anak dan istri mereka.

Ketiga : Para pembesar kaum Quraisy dan sebagian besar masyarakat Makkah menganggap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pendusta, sehingga mereka tidak mempercayainya. Dengan kondisi seperti ini, maka beliau n ingin mendakwahkan kepada masyarakat lainnya yang mau menerimanya. Banyak dalil yang menunjukkan faktor ini, di antaranya ialah sebagaimana perkataan Sa'ad bin Mu'âdz Radhiyallahu anhu :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أُجَاهِدَهُمْ فِيكَ مِنْ قَوْمٍ كَذَّبُوا رَسُولَكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَأَخْرَجُوهُ

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk aku jihadi mereka karena-Mu daripada suatu kaum yang telah mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya.

Keempat : Kaum muslimin khawatir agama mereka terfitnah. Ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang hijrah, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ

Kaum mukminun pada masa dahulu, mereka pergi membawa agama mereka menuju Allah dan Rasul-Nya karena khawatir terfitnah.

Itulah beberapa faktor yang mendorong kaum muslimin berhijrah, meninggalkan negeri Makkah menuju negeri yang baru, yaitu Madinah. Semua ini dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla .

Khabbab Radhiyallahu anhu berkata:

هَاجَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ نَلْتَمِسُ وَجْهَ اللَّهِ فَوَقَعَ أَجْرُنَا عَلَى اللَّهِ

Kami hijrah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari wajah Allah, sehingga ganjaran kami benar-benar di sisi Allah Azza wa Jalla.

Dari faktor-faktor tersebut lihatlah, bagaimana perjuangan ummat muslim untuk mempertahankan iman saat itu. Berkorban harta, keluarga dan tanah kelahiran mereka sendiri demi mempertahankan imannya. 

Jika kita pandang dalam kehidupan kita saat ini, mari kita tanyakan kepada hati kecil kita, apakah semangat islam itu masih bersemayam di hati kita? seberapa besar cinta kita sekarang kepada Allah dan RasulNya? Seberapa banyak cinta kita kita kepada ajaran Islam yang Rasulullaah dan para Sahabat perjuangkan di masa lalu? Seberapa solid persaudaraan kita sesama muslim sekarang?
Itu cukup kita jaan dalam diri masing-masing.

Simpulnya, hikmah dari Tahun baru Hijriah ini jika kita pandang dari sisi sejarah islam adalah :

Pertama: perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap Muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.

Kedua: Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah dari hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.

Ketiga: Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

"dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana."
Q.S Al-Anfal 8 : 63

Ayok saudaraku, mari bergegas, janganlah kita terlena dengan kemilau dunia. Mari berhijrah , berhijrahlah untuk kebaikanmu jua.

 "Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "
Q.S An-Nisaa 4 : 100

Semoga kita selalu dalam lindungan allah SWT.
Semoga bermanfaat
wassalam :)
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 2:01:00 PM

Sumpah Dalam Islam (Dalil dan Konsekuensinya)


Assalamu'alaikum warohmatullooohi wabarokatu.
Saudara-saudaraku sekalian. Semoga kamu semua dalam keadaan sehat dan dalam ridhoNya. Amiin.


Dah lama tak nulis, kali ini saya coba mengangkat hal yang cukup tenar dalam kehidupan sehari-hari kita. Ialah SUMPAH. Pilih-pilih dan mikir-mikir akhirnya saya putuskan memberi judul posting ini sebagai Sumpah Dalam Islam (Dalil dan Konsekuensinya). Jadi duduk manis dan bukakan hati untuk menerima hidayahNya. Hehehe :)

Sebelumnya kita bahas dulu tentang arti sumpah itu. Secara bahasa أقسام merupakan bentuk plural dari kata قسم (qasam) yang berarti sumpah yang memiliki dua makna dasar, yaitu indah dan baik, serta bermakna membagi sesuatu. Menurut pengertian syara’ yaitu menahkikkan atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah S WT, seperti; walLahi, bilLahi, talLahi. Secara etimologis arti sumpah yaitu: 

  • Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Allah SWT untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan. 
  • Pernyataan yang disertai tekad melakukan sesuatu menguatkan kebenarannya atau berani menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar.
  • Janji atau ikrar yang teguhakan menunaikan sesuatu.
Dalam Islam, Allah berfirman dalam Al-quran tentang sumpah. Dalam Hal ini ada beberapa bagian yang perlu kita perhatikan dan inilah yang menjadi isi utama postingan ini.

Hukum Sumpah
Dalam perkara hukum, ada beberapa pendapat para ulama yang diungkapkan dengan dasar pikiran dan dalil dasarnya. 
  • Wajib. Jika sumpahnya bertujuan untuk menyelamatkan atau menghindarkan dirinya atau muslim lainnya dari kebinasaan. 
  • Sunnah. Jika sumpahnya bertujuan untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai atau untuk menghilangkan kedengkian dari seseorang atau untuk menghindarkan kaum muslimin dari kejelekan.
  • Mubah. Misalnya dia bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu amalan yang hukumnya mubah.
  • Makruh. Jika dia bersumpah untuk melakukan hal yang makruh atau meninggalkan amalan yang sunnah. Misalnya sumpah dalam jual beli karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah:
                                                                                                                        الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
         “Sumpah itu memang bisa melariskan dagangan akan tetapi menghapuskan berkahnya.” (HR. Al- Bukhari no. 1945)
  • Haram. Bersumpah untuk suatu kedustaan atau dia berdusta dalam sumpahnya. Termasuk juga di dalamnya bersumpah dengan selain nama dan sifat Allah, karena itu adalah kesyirikan. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda dalam hadits Ibnu Umar:
                                                                                                                            مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
           “Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan selain nama Allah maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (HR. Abu Daud no. 2829 dan At-Tirmizi no. 1455). Termasuk di dalam kesyirikan ini adalah bersumpah dengan menggunakan nama Nabi shallallahu alaihi wasallam.


Pembagian Sumpah
Dalam quran, Allah membagikan sumpah dalam 3 bagian, yaitu :

Sumpah yang bersungguh-sungguh,yaitu pernyataan sumpah yang dilakukan seseorang dengan dikuatkan dengan kesungguhan hati dan sumpah main-main,yaitu sumpah yang diikrarkan seseorang tanpa kesungguhan hati . Allah berfirman :

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun[1]. "

[Q.S Al-Baqoroh 2 : 225]
[1]. Halim berarti penyantun, tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa. 

Jenis ketiga adalah Sumpah Palsu, ialah sumpah yang diikrarkan oleh seseorang dengan mengisyaratkan kesungguhan hati semata-mata untuk memperkuat pernyataan saja tanpa memikirkan tentang kebenarannya. Ini adalah hal yang harus kita hindarkan. Allah berfirman :

"Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih"
[Q.S Al-Imran 3 : 77]

"Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu." Mereka membinasakan diri mereka sendiri[2] dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. "
[Q.S At-Taubah 9:42]
[2]. Maksudnya mereka akan binasa disebabkan sumpah mereka yang palsu. 
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui."
[Q.S Al-Mujadilah 58 : 14]

Dari firman-firman Allah di atas, telah jelas Allah menegaskan jika sumpah palsu itu adalah sesuatu yang amat dibenciNya, maka hendaklah kita saudaraku menghindarkan perbuatan semacam itu.

Sumpah Yang Gugur
Sumpah, juga bisa gugur. Ialah sumpah-sumpah yang berikrarkan sesuatu yang tidak dalam kebaikan. Seperti bersumpah untuk memutuskan silaturrahmi.
Allah berfirman :

"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[3], "
[Q.S An-Nur 24 : 22]
[3]. Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. 


"Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia[4]. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
[Q.S Al-Baqoroh 2 :224]
[4]. Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.

“Demi Allah, sungguh, orang yang berkeras hati untuk tetap melaksanakan sumpahnya, padahal sumpah tersebut dapat membahayakan keluarganya, maka dosanya lebih besar di sisi Allah daripada dia membayar kaffarah yang diwajibkan oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 6625 dan Muslim no. 1655)
Barangsiapa yang mau bersumpah maka hendaknya dia bersumpah dengan nama Allah atau dia diam saja.” (HR. Al-Bukhari no. 2482 dan Muslim no. 3105)

Konsekuensi / Kaffarat dari pelanggaran sumpah.

Dalam hal konsekuensi, ada dua sisi yang akan kita pandang disini. Dari sudut pandang manfaat, dengan menyertakan pernyataannya dengan sumpah secara lahirnya pernyataannya akan semakin kuat. Kebenaran dari pernyataannya akan lebih diyakini. Tapi sebaliknya jika dipandang dari sisi kaffarat ( jika ia melanggar sumpahnya ) maka ia akan memiliki kewajiban untuk menebusnya.

“Barangsiapa yang bersumpah kemudian dia melihat selainnya lebih baik daripada apa yang dia bersumpah atasnya maka hendaklah dia melakukan hal yang lain itu dan dia membayar kafarah atas (pembatalan) sumpahnya”. (HR. Muslim no. 1649)

Allah berfirman :

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)."
[Q.S Al-Maidah 5 : 89]

Demikian tentang sumpah yang dapat saya tuliskan. Sekali lagi saya menekankan kepada saudaraku sekalian. Berhati-hatilah dalam bersumpah. Bersumpahlah dengan nama Allah untuk kebaikan, kebenaran dan untuk mencapaai ridhoNya.
Semoga tulisan inni bermanfaat untuk kita semua.
Wassalam :)





Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 8:51:00 AM

Terpopuler