Selamat membaca
Muhasabah dan Renungan
semoga bermanfaat

Al-kautsar an islamic side adalah blog tentang risalah/artikel islam dan aplikasi islami

Showing posts with label Muhasabah dan Renungan. Show all posts
Showing posts with label Muhasabah dan Renungan. Show all posts

Memaknai Tahun Baru Hijriah Berdasarkan Sejarah Islam


Assalamu'alaikum para Saudaraku seiman, 
Semoga keselamatan dan keberkahan kepadamu sekalian.

Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah Tuhan semesta alam, serta shalawat dan salam atas Nabi junjungan Muhammad SAW, semoga cinta dan kasih sayangnya masih melekat di hati kita semuanya, amiin ya Allaah..

Lama tak nulis kerna kesibukan kerja, alhamdulillah saat ini saya mendapat hidayah dan kesempatan dari Allah untuk kembali berbagi dan sharing tentang perkara islam. Untuk kesempatan ini saya akan membahas tentang bagaimana memaknai tahun baru hijriah dengan judul " Memaknai Tahun Baru Hijriah Berdasarkan Sejarah Islam" berketepatan saat ini adalah 1 Muharram 1436 H. Hehehe. Sebelumnya saya mengucapkan Selamat Tahun Baru Islam 1436 H ya kepada saudara-saudaraku semuanya. 

Sepertinya muqoddimah dah siap dah, dari pada berlama-lama lebih baik kita langsung ke topik ( macam kata wak Tukul, "kembali ke laptop".

Artikel ini bermula dari status saya di Fb yang mengangkat tentang tahun baru islam,

"Thola'al badru 'alaina, min syaniiyyatil wadaaa', wajabasysyukru 'alaaaina, mada'aaalillaaaahidaa"
mengenang kalimat yang didendangkan sekitar 578 tahun silam di Madinah
Maknanya boleh kita cerminkan dlm diri masing2...
Selamat Tahun Baru Hijriah 1436 H "


alhamdulillah banyak di antara saudaraku yang muslim kasi like. Yang paling menonjol adalah komentar dari om saya Muhammad Hasyim yang mengajukan pertanyaan kepada saya.

Dulu bgt semangat sahabat menyambut kedatangan islam yg dibawa rasul kini semangat itu mulai hilang oleh sebahagian ummat islam penyebabnya adalah...... apa mikjlis cb jawab"

Menanggapi pertanyaan tersebut saya pun langsung berpikir dan mencoba mengingat sejarah islam dan membandingkannya dengan kehidupan ummat muslim pada saat ini, lalu saya pun membalas komentar om tersebut "
"....dari sejarah, kegembiraan ummat muslim pada saat seperti ini adalah kerna melihat datangnya Nabi, selamatnya Nabi dari kepungan para kafir, Bagaimana kegembiraan itu ?? mengapa ummat muslim begitu bergembira??

jawabannya tak lain adalah kerna kecintaan mereka kepada Agama Allah dan baginda SAW, kekhawatiran mereka , kecemasan mereka selama menunggu Nabi, Ketika dari jauh sahabat melihat kedatangan Nabi, mereka pun bersorak gembira dengan penuh syukur. Nah sekarang mengapa kegembiraan itu seakan tidak dikenang lagi??? Jawabnya adalah " Seberapa besar sekarang cinta yang dimiliki ummat muslim kepada Allah dan Baginda SAW"

banyak penyebabnya ooom, 3 yang paling menonjol menurut saya adalah



1. pemahaman tentang islam sangat minim, banyak diantara kita yang berlomba-lomba mengerjar kehidupan dunia, jadi sering lupa tentang hidup setelah matinya, makanya sekarang pendidikan islam itu gk terlalu menarik utk orangtua mengajarkan anak-anaknya (lihat berapa banyak sekarang ummat islam yang buta dengan al-quran, tapi siap berkorban mahal untuk sains, dan ilmu2 dunia yang lain;
ingat dalam Q.S Al-Anfal 8 : 2
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal"
apakah mungkin hati akan seperti itu jika mata hati dan mata lahir kita dah buta dengan al- quran?

2. ummat islam sekarang dilahirkan dalam ketentraman, sehingga sering lupa tentang sejarah islam, bagaimana perjuangan dan pengorbanan (harta dan nyawa) Rasulullah SAW dengan para sahabat untuk menegakkan syahadat, ( saya yakin jika ummat islam sekarang akan menolak jika ada kesempatannya syahid di jalan Allah, mereka akan menolak, dengan alasan dunianya )

3. Ummat islm sekarang jarang berbincang-bincang dengan Allah, jarang curhat dengan allah, jaaaauh dari Allah, bagaimana hidayah akan datang klu kita menutup hati??"


Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin ini bukan tanpa alasan. Ada berbagai faktor yang menjadi pemicu untuk melakukan hijrah.
Firman Allah :
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kamu ini?." Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)." Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?." Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali,
Q.S An-Nisaa 4 : 97

Pertama : Karena adanya siksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Begitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan dakwah secara terbuka, berbagai ancaman mulai diarahkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang beriman yang mengikutinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpikir untuk mencari perlindungan di luar Makkah. Sehingga terjadilah hijrah kaum muslimin ke Habsyah, Thaif, dan kemudian ke Madinah.

Penyebab hijrah ini, di antaranya karena penyiksaan dan penindasan kaum kafir Quraisy atas kaum muslimin. Riwayat yang menguatkan faktor ini, tersirat dalam perkataan Bilal Radhiyallahu anhu ketika ia hendak berhijrah:

اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ

Wahai Allah ! Laknatlah Syaibah bin Rabî'ah, 'Utbah bin Rabî'ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah menyebabkan kami keluar dari negeri kami ke negeri derita.

Juga hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang hijrahnya orang tuanya. Beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

اسْتَأْذَنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْخُرُوجِ حِينَ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْأَذَى

Abu Bakr Radhiyallahu anhu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhijrah, ketika penderitaannya terasa berat.

Kedua :Adanya kekuatan yang akan membantu dan melindungi dakwah, sehingga memungkinkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan leluasa. Hal ini sebagaimana tertuang dalam nash Bai'atul-'Aqabah kedua. Yaitu kaum Anshâr berjanji akan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana melindungi anak dan istri mereka.

Ketiga : Para pembesar kaum Quraisy dan sebagian besar masyarakat Makkah menganggap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pendusta, sehingga mereka tidak mempercayainya. Dengan kondisi seperti ini, maka beliau n ingin mendakwahkan kepada masyarakat lainnya yang mau menerimanya. Banyak dalil yang menunjukkan faktor ini, di antaranya ialah sebagaimana perkataan Sa'ad bin Mu'âdz Radhiyallahu anhu :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أُجَاهِدَهُمْ فِيكَ مِنْ قَوْمٍ كَذَّبُوا رَسُولَكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَأَخْرَجُوهُ

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk aku jihadi mereka karena-Mu daripada suatu kaum yang telah mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya.

Keempat : Kaum muslimin khawatir agama mereka terfitnah. Ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang hijrah, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ

Kaum mukminun pada masa dahulu, mereka pergi membawa agama mereka menuju Allah dan Rasul-Nya karena khawatir terfitnah.

Itulah beberapa faktor yang mendorong kaum muslimin berhijrah, meninggalkan negeri Makkah menuju negeri yang baru, yaitu Madinah. Semua ini dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla .

Khabbab Radhiyallahu anhu berkata:

هَاجَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ نَلْتَمِسُ وَجْهَ اللَّهِ فَوَقَعَ أَجْرُنَا عَلَى اللَّهِ

Kami hijrah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari wajah Allah, sehingga ganjaran kami benar-benar di sisi Allah Azza wa Jalla.

Dari faktor-faktor tersebut lihatlah, bagaimana perjuangan ummat muslim untuk mempertahankan iman saat itu. Berkorban harta, keluarga dan tanah kelahiran mereka sendiri demi mempertahankan imannya. 

Jika kita pandang dalam kehidupan kita saat ini, mari kita tanyakan kepada hati kecil kita, apakah semangat islam itu masih bersemayam di hati kita? seberapa besar cinta kita sekarang kepada Allah dan RasulNya? Seberapa banyak cinta kita kita kepada ajaran Islam yang Rasulullaah dan para Sahabat perjuangkan di masa lalu? Seberapa solid persaudaraan kita sesama muslim sekarang?
Itu cukup kita jaan dalam diri masing-masing.

Simpulnya, hikmah dari Tahun baru Hijriah ini jika kita pandang dari sisi sejarah islam adalah :

Pertama: perisitwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan tonggak sejarah yang monumental dan memiliki makna yang sangat berarti bagi setiap Muslim, karena hijrah merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan situasi yang tidak kondusif di Mekah menuju suasana yang prospektif di Madinah.

Kedua: Hijrah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik, dan hijrah dari hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah, meski harus meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda mereka.

Ketiga: Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW pada saat beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

"dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana."
Q.S Al-Anfal 8 : 63

Ayok saudaraku, mari bergegas, janganlah kita terlena dengan kemilau dunia. Mari berhijrah , berhijrahlah untuk kebaikanmu jua.

 "Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. "
Q.S An-Nisaa 4 : 100

Semoga kita selalu dalam lindungan allah SWT.
Semoga bermanfaat
wassalam :)
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 2:01:00 PM

Sumpah Dalam Islam (Dalil dan Konsekuensinya)


Assalamu'alaikum warohmatullooohi wabarokatu.
Saudara-saudaraku sekalian. Semoga kamu semua dalam keadaan sehat dan dalam ridhoNya. Amiin.


Dah lama tak nulis, kali ini saya coba mengangkat hal yang cukup tenar dalam kehidupan sehari-hari kita. Ialah SUMPAH. Pilih-pilih dan mikir-mikir akhirnya saya putuskan memberi judul posting ini sebagai Sumpah Dalam Islam (Dalil dan Konsekuensinya). Jadi duduk manis dan bukakan hati untuk menerima hidayahNya. Hehehe :)

Sebelumnya kita bahas dulu tentang arti sumpah itu. Secara bahasa أقسام merupakan bentuk plural dari kata قسم (qasam) yang berarti sumpah yang memiliki dua makna dasar, yaitu indah dan baik, serta bermakna membagi sesuatu. Menurut pengertian syara’ yaitu menahkikkan atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah S WT, seperti; walLahi, bilLahi, talLahi. Secara etimologis arti sumpah yaitu: 

  • Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Allah SWT untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan. 
  • Pernyataan yang disertai tekad melakukan sesuatu menguatkan kebenarannya atau berani menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar.
  • Janji atau ikrar yang teguhakan menunaikan sesuatu.
Dalam Islam, Allah berfirman dalam Al-quran tentang sumpah. Dalam Hal ini ada beberapa bagian yang perlu kita perhatikan dan inilah yang menjadi isi utama postingan ini.

Hukum Sumpah
Dalam perkara hukum, ada beberapa pendapat para ulama yang diungkapkan dengan dasar pikiran dan dalil dasarnya. 
  • Wajib. Jika sumpahnya bertujuan untuk menyelamatkan atau menghindarkan dirinya atau muslim lainnya dari kebinasaan. 
  • Sunnah. Jika sumpahnya bertujuan untuk mendamaikan dua pihak yang bertikai atau untuk menghilangkan kedengkian dari seseorang atau untuk menghindarkan kaum muslimin dari kejelekan.
  • Mubah. Misalnya dia bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu amalan yang hukumnya mubah.
  • Makruh. Jika dia bersumpah untuk melakukan hal yang makruh atau meninggalkan amalan yang sunnah. Misalnya sumpah dalam jual beli karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah:
                                                                                                                        الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
         “Sumpah itu memang bisa melariskan dagangan akan tetapi menghapuskan berkahnya.” (HR. Al- Bukhari no. 1945)
  • Haram. Bersumpah untuk suatu kedustaan atau dia berdusta dalam sumpahnya. Termasuk juga di dalamnya bersumpah dengan selain nama dan sifat Allah, karena itu adalah kesyirikan. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda dalam hadits Ibnu Umar:
                                                                                                                            مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
           “Barangsiapa yang bersumpah dengan menggunakan selain nama Allah maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (HR. Abu Daud no. 2829 dan At-Tirmizi no. 1455). Termasuk di dalam kesyirikan ini adalah bersumpah dengan menggunakan nama Nabi shallallahu alaihi wasallam.


Pembagian Sumpah
Dalam quran, Allah membagikan sumpah dalam 3 bagian, yaitu :

Sumpah yang bersungguh-sungguh,yaitu pernyataan sumpah yang dilakukan seseorang dengan dikuatkan dengan kesungguhan hati dan sumpah main-main,yaitu sumpah yang diikrarkan seseorang tanpa kesungguhan hati . Allah berfirman :

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun[1]. "

[Q.S Al-Baqoroh 2 : 225]
[1]. Halim berarti penyantun, tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa. 

Jenis ketiga adalah Sumpah Palsu, ialah sumpah yang diikrarkan oleh seseorang dengan mengisyaratkan kesungguhan hati semata-mata untuk memperkuat pernyataan saja tanpa memikirkan tentang kebenarannya. Ini adalah hal yang harus kita hindarkan. Allah berfirman :

"Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih"
[Q.S Al-Imran 3 : 77]

"Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu." Mereka membinasakan diri mereka sendiri[2] dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. "
[Q.S At-Taubah 9:42]
[2]. Maksudnya mereka akan binasa disebabkan sumpah mereka yang palsu. 
"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedang mereka mengetahui."
[Q.S Al-Mujadilah 58 : 14]

Dari firman-firman Allah di atas, telah jelas Allah menegaskan jika sumpah palsu itu adalah sesuatu yang amat dibenciNya, maka hendaklah kita saudaraku menghindarkan perbuatan semacam itu.

Sumpah Yang Gugur
Sumpah, juga bisa gugur. Ialah sumpah-sumpah yang berikrarkan sesuatu yang tidak dalam kebaikan. Seperti bersumpah untuk memutuskan silaturrahmi.
Allah berfirman :

"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[3], "
[Q.S An-Nur 24 : 22]
[3]. Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah. Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu. 


"Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia[4]. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
[Q.S Al-Baqoroh 2 :224]
[4]. Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.

“Demi Allah, sungguh, orang yang berkeras hati untuk tetap melaksanakan sumpahnya, padahal sumpah tersebut dapat membahayakan keluarganya, maka dosanya lebih besar di sisi Allah daripada dia membayar kaffarah yang diwajibkan oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 6625 dan Muslim no. 1655)
Barangsiapa yang mau bersumpah maka hendaknya dia bersumpah dengan nama Allah atau dia diam saja.” (HR. Al-Bukhari no. 2482 dan Muslim no. 3105)

Konsekuensi / Kaffarat dari pelanggaran sumpah.

Dalam hal konsekuensi, ada dua sisi yang akan kita pandang disini. Dari sudut pandang manfaat, dengan menyertakan pernyataannya dengan sumpah secara lahirnya pernyataannya akan semakin kuat. Kebenaran dari pernyataannya akan lebih diyakini. Tapi sebaliknya jika dipandang dari sisi kaffarat ( jika ia melanggar sumpahnya ) maka ia akan memiliki kewajiban untuk menebusnya.

“Barangsiapa yang bersumpah kemudian dia melihat selainnya lebih baik daripada apa yang dia bersumpah atasnya maka hendaklah dia melakukan hal yang lain itu dan dia membayar kafarah atas (pembatalan) sumpahnya”. (HR. Muslim no. 1649)

Allah berfirman :

"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)."
[Q.S Al-Maidah 5 : 89]

Demikian tentang sumpah yang dapat saya tuliskan. Sekali lagi saya menekankan kepada saudaraku sekalian. Berhati-hatilah dalam bersumpah. Bersumpahlah dengan nama Allah untuk kebaikan, kebenaran dan untuk mencapaai ridhoNya.
Semoga tulisan inni bermanfaat untuk kita semua.
Wassalam :)





Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 8:51:00 AM

PESANAN UNTUKMU AYAH IBU KAMI

Asalamu'alaikum. Semoga saudara2 ku dalam keadaan sehat2 waktu membuka artikel ini. Tentunya pasti dalam petunjuk Allah SWT.

Dah lama tak nulis bah.., ni lah dulu tulisan baru dengan judul PESANAN UNTUKMU AYAH IBU KAMI. Tulisan ini dibuat sebagai renungan dan muhasabah. Selamat membaca :)

"PESANAN UNTUKMU AYAH IBU KAMI"


Wahai ayah & ibu kami, kami terlahir bagaikan kertas putih suci dari tinta dan noda. kami adalah tulisan yang engkau ukir dlm diri kami. apakah engkau telah tuliskan sesuatu yg indah dan bermanfaat untuk kami?"

sungguh pertanyaan besar yang harusnya para orang tua jawab.

"Orgtua kami, tulislah kami dgn tulisan yg baik, indah sehingga tentram untuk engkau pandang dan memiliki nilai dan manfaat untukmu. Terimakasih kami atas semua kasih sayangmu kpd kami. Susah payah orgtua kami mencari rizki agar kami jadi anak yg berilmu. Tak cukup dari apa yg kami dapat di sekolah, kami difasilitasi utk menambah ilmu di tempat2 les walaupun harus mengeluarkan biaya ekstra, tetap mereka tempuh untuk masa depan kami. bahkan untuk ilmu kami dibiasakan pergi pagi pulang malam."

Sungguh semangat yang menggebu2 dan pengorbanan yang mulia demi kesuksesan kami yg merupakan aset utk mereka di masa depan.

" ayah ibu kami, adalah dari segelintir waktu yang kami jalani dan tempat2 yg kami datangi untuk mencari ilmu engkau arahkan kami kepada ilmu agama?"

Banyak orgtua zaman sekarang hanya mengarahkan anak2nya hanya kepada ilmu dunia. Matematika, Fisika, Kimia, B. Inggris dan bla bla bla..... Mereka bangga punya anak yang mahir speak in English tapi buta dengan huruf hijayyah. Pandai reading text dalam bahasa inggris,  tapi tak pernah baca Al-quran. Tanpa sengaja sesungguhnya orgtua kami telah mengarahkan dan mengajarkan kami tentang indahnya mencintai dunia. Hebatnya pengaruh jabatan dan kekayaan kami. Na'udzubillah.

Wahai ayah & ibu kami, Ingatkah dgn hadist ini : "Apabila seorang anak Adam meninggal maka terputuslah amalnya kecuali kecuali 3 perkara, Shadaqah jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan ANAK YANG SHALEH yang mendoakannya" [HR Muslim].

3 perkara yang disebutkan dalam hadist tersebut adalah aset yang sesungguhnya untukmu ayah ibu kami. Dalam hadist tersebut Rasulullah tidak menyebutkan anak pintar, melainkan anak yang shaleh. Pernahkah diantara orang tua kami berpikir tentang kehidupan setelah matinya?

ayah ibu kami, ada dalam al-quran Allah menyebutkan,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al Qashshash: 77).

Allah menyebutkan kebahagiaan akhirat terlebih dahulu daripada kebahagiaan dunia.

Analoginya ayah ibu kami, dan sebagai pesanan untukmu..., jika engkau hendak berziarah ke kubur, jgn lupakan untuk membaca nisan2 yang tertenam di pusara mereka yg telah pergi. Fokuskan pandanganmu kepada tanggal lahir dan  kematiannya. kemudian bandingkan antara berapa lama dia hidup dan brapa lama pula kehidupan setelah matinya.  Selanjutnya tanyakan pada dirimu, berapa lama lagi engkau akan hidup di dunia yang katanya indah ini? Apakah engkau tidak resah dengan nasipmu di kehidupan setelah matimu? tidakkah kami sesungguhnya adalah aset besar untukmu jika engkau menjadikan kami anak yang shaleh?

pertanyaan terakhir untuk ayah dan ibu kami,
"SUDAHKAH ADA ANAK YANG SHALEH DI RUMAHMU?"

Semoga bermanfaat dan bisa direnungkan.
Wassalam

*terinspirasi dari pengalaman pribadi. waktu aku diminta mengajar ngaji , tp tiba2 ditunda karna anak2nya sibuk les sampek malam. Na'udzubillah....

baca juga risalah " Di seberang kematian ( hidup sesudah mati ) untuk melengkapinya. :)

http://alhabibi89.blogspot.com/2012/04/di-seberang-kematian-hidup-sesudah-mati.html


Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 5:34:00 PM

Makna dan Indahnya Kasih Sayang

Assalamu'alaikum...
Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang kasih sayang.
Sebagai insan ciptaan Allah alhamdulillah kita dianugerahkan hati yang merasakan. Sehingga kita berpotensi untuk menjadi baik dan sebaliknya pula. Tergantung bagaimana kita menjaganya dan menggunakannya. Ialah tentang Makna dan Indahnya Kasih Sayang. Bahkan hewan saja yang tiada anugerahi akal tetapi tetap memiliki cinta, kasih dan sayang nan mesra.

Rasa Kasih sayang adalah Rasa yang timbul dalam diri hati yang tulus untuk mencintai, menyayangi, serta memberikan kebahagian kepada orang lain , atau siapapun yang dicintainya. Kasih sayang diungkapkan bukan hanya kepada kekasih tetapi kasih kepada Allah, Orang Tua, keluarga, Teman, serta makhluk Lain yang Hidup dibumi ini. (Desi Spectryani)

Firman Allah ( dalam Q.S Al-An'am 6 : 54 ) : 

"Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: "Salaamun alaikum[1]. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang[2], (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan[3], kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"

[1] Salaamun 'alikum artinya Mudah-mudahan Allah melimpahkan Kesejahteraan atas kamu.
[2] Maksudnya: Allah telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya.
[3] Maksudnya Ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu.

Maha Suci Allah, Zat yang mengaruniakan kasih sayang kepada semua makhluk-Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut. Dan tidaklah kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut. Jika kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang Allah hanya akan diberikan kepada orang-orang yang hatinya masih memiliki kasih sayang kepada saudara dan orang lain.

Karena itu, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup. Kita bisa mengasahnya dengan merasakan keterharuan dari kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk memperhatikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.

Rasulullah SAW bersabda,

 ''Allah SWT mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan Ia menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti.'' 
(HR Muslim).

Dari hadis ini tampak bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya. Karena itu sudah sepantasnya jika kita merindukan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan Allah SWT. Tanyakanlah kembali pada diri ini sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk berkasih sayang dengan makhluk lain?

Kasih sayang dapat diibaratkan pancaran sinar matahari di pagi hari. Dari dulu sampai sekarang ia terusmenerus memancarkan sinarnya, dan ia tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih sayang di kalbu kita yang melimpah terus tidak pernah ada habisnya. Untuk memunculkan kepekaan dalam menyayangi orang lain, kita bisa mengawalinya dengan lebih dulu menyayangi diri sendiri. Hadapkanlah tubuh ini ke cermin seraya bertanya: Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api Jahannam?

Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini, mata yang bisa menatap Allah, menatap Rasulullah SAW, menatap para kekasih Allah di surga kelak, atau malah akan terburai karena maksiat yang pernah dilakukannya? Bibir kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik? Perhatikan pula tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan pemiliki tubuh mulia, Rasulullah SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu dalam kerak Jahannam?

Bersihnya kulit kita, renungkanlah apakah ia akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api Jahannam? Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita. Jangan pula meremehkan makhluk ciptaan Allah, sebab tidaklah Allah menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang Allah ciptakan penuh dengan ilmu dan hikmah. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan apa saja karunia Allah Azza wa Jalla adalah sarana bertafakur kalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.

Dikisahkan di hari akhir datang seorang hamba ahli ibadah kepada Allah dengan membawa aneka pahala ibadah, tetapi Allah malah mencapnya sebagai ahli neraka. Ternyata karena suatu ketika si ahli ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga si kucing tidak bisa mencari makan dan tidak pula diberi makan sampai ia mati kelaparan. Ternyata walau ia seorang ahli ibadah, laknat Allah tetap menimpanya, karena tidak menyayangi makhluk lain.

Tetapi ada kisah sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Melihat kejadian ini, tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah terompahnya untuk dipakai menciduk air untuk diberikan pada anjing tersebut. Subhanallah, dengan izin Allah, terampunilah dosa wanita ini. Jika hati kita mampu meraba derita makhluk lain, insya Allah keinginan untuk berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.

Hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya manfaat? Padahal hidup di dunia cuma sekali dan itupun hanya singgah sebentar saja. Tidak ada salahnya kita terus berpikir dan bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di dalam hati. Insya Allah bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, Allah yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan Allah, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya, ringan dalam melatih kemampuan diri dan ringan pula dalam membela orang lain yang teraniaya, subhanallah.

Cara lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani agar senantiasa diliputi cahaya kasih sayang adalah dengan bersilaturahmi kepada orang-orang yang dilanda kesulitan. Datanglah ke daerah terpencil, tengok saudara-saudara kita di rumah sakit, atau pula dengan selalu mengingat umat Islam yang sedang teraniaya, seperti di Irak, Palestina, atau di tempat-tempat lainnya.

Belajarlah terus untuk melihat orang yang kondisinya jauh di bawah kita, insya Allah hati kita akan melembut karena senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan hati-hatilah bagi orang yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya, orang-orang terkenal, para artis, atau orang-orang elit lainnya, karena yang akan muncul justru rasa minder dan perasaan kurang dan kurang akan dunia ini, masya Allah.

Semoga bermanfaat....
Wassalam :)



*Special thanks to my great father H. R. Bambang JR,MM who's inspirated me to write this note...
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 6:51:00 AM

Mengingat Mati


Bismillahirrohmaanirrohiim.
Assalamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatu.
Semoga saudaraku sekalian dalam keadaan sehat dan dalam senantiasa berada dalam ridho Allah.



Kali ini saya akan membahas tentang hal yang cukup penting untuk kita yang saya kutip dari buku Mutiara Tausyiah oleh ayahanda H. R. Bambang JR, MM. 
Mengingat Mati, iya, setiap kita hendaknya jangan sepelekan perkara yang satu ini karena tak ada lain yang peling dekat dengan kita adalah MATI.

Dimulakan dengan firman Allah :

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. 
[QS.Az Zumar 39 : 42]

[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi. 

Rasulullah SAW bersabda, 

''Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis.'' 

Ada seorang teman yang sangat rajin beribadah. Shalatnya tak lepas dari linang air mata, tahajud tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya pun diajak pula berjamaah di masjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Di antara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan doa-doa agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, Allah Azza wa Jalla, Zat yang Mahakaya pun berkenan melunasi utang teman tersebut. Sayangnya, begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk beribadah.  
Biasanya kalau kehilangan shalat tahajud ia sedih bukan main. Tapi, lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang karena jadwal tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk shalat di rumah.  


Begitu pun untuk shalat sunah, biasanya ketika masuk masjid shalat sunah tahiyatul masjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu. Saat akan shalat sunah rawatib, ia malah menundanya dengan alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan banyak ibadah yang ditinggalkan. Bahkan pergi ke majelis taklim yang biasanya rutin dilakukan, majelis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang.  

Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati keliling dunia, masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan untuk tidak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi memancarkan kekuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras.  

Saudaraku, sahalus-halus kehinaan di sisi Allah adalah tercerabutnya kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat membuatnya takut kepada Allah, bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, bahkan yang bersangkutan tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat berdekatan bersama Allah Azza wa Jalla. Pantaslah bila Imam Ibnu Athaillah pernah berujar, ''Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tanpa tersisa.'' Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.  

Kalau ibadah sudah tercerabut satu persatu, maka inilah tanda mulai tercerabutnya hidayah dari-Nya. Akibat selanjutnya mudah ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara. Apalagi ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada Allah. Inilah yang disebut su'ul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau berakhir tragis seperti ini.  

Bila kita merenungi kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu hikmah yang dapat diambil darinya adalah jika kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah mengingat mati. Bagaimana kalau tiba-tiba kita mati, padahal kita sedang maksiat? Tidak takutkah kita mati suul khatimah?. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar dalam memelihara iman di hati.  

Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah SAW ke luar menuju masjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yang sedang tertawa-tawa. Maka Rasulullah Saw bersabda, ''Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis.'' 

Mengingat mati akan membuat kita seakan punya rem dari berbuat dosa. Akibatnya di mana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat. Kalau kita melihat para arifin dan salafus shalih, mengingat mati bagi mereka, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Di mana seorang kekasih tidak pernah melupakan janji kekasihnya.  

Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah ra bahwa ketika kematian menjemputnya ia berkata, ''Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu.'' 

Semoga kita digolongkan Allah SWT menjadi orang yang beroleh karunia khusnul khatimah. Amin. Wallahu a'lam bish- shawab. 
Wassalam.
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 7:11:00 PM

Muhammad Adalah Manusia Pertama ( ISU )

Assalamu'alaikum,
Smoga saudara-saudaraku sekalian senantiasa dalam keadaan sehat dan baik hatinya, baik akalnya seta paling utama baik imannya, Aminnn.
Tak lupa kerna ini masih bulan syawal penulis ucapkan Minal'aidzin walfaidzin kepada shahib saya semua, smoga kita benar-benar menjadi hambanya yang Taqwa.

Dalam kesempatan ini , serta ucapan terimakasih saya kepada abanganda Ustadz Dr. Fuji Rahmadi P., MA yang telah memberi saya amanah untuk mempublikasikan sebuah rubrik hukum Islam yang sangat luar biasa menurut saya. Ialah tentang Isu bahwa Nabi Muhammad SAW Adalah Manusia Pertama yang beredar di kalangan masyarakat yang dipicu oleh beberapa pendapat. Kerna itu penulis mengangkat judul Muhammad Adalah Manusia Pertama ( ISU ) yang dikemas dalam sesi tanya jawab. Selamat membaca. 

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum ustadz,… Benarkah bahwa Nabi Muhammad saw. makhluk Allah yang pertama dan bahwa beliau diciptakan dari cahaya? Kami mengharapkan pendapat yang disertai dalil-dalil dari Alquran dan As-Sunnah. Terima kasih ustadz atas jawabannya. Dari Mustofa di Medan

Jawab:
Bapak/Saudara Mustofa yang dirahmati Allah, telah diketahui bahwa hadis-hadis yang menyatakan bahwa makhluk pertama adalah itu atau ini ... dan seterusnya, tidak satu pun yang shahih, sebagaimana ditetapkan oleh para ulama Sunnah. Oleh karena itu, kami dapatkan sebagian bertentangan dengan sebagian lainnya. Sebuah hadis mengatakan, "Bahwa yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah pena."

Hadis lainnya mengatakan, “Aku ini telah menjadi Nabi ketika Adam masih dalam keadaan antara ruh dan jasad”. Hal ini juga didukung oleh hadis yang mengatakan bahwa: "Yang pertama kali diciptakan Allah adalah akal." Telah tersiar di antara orang awam dari kisah-kisah maulid yang sering dibaca bahwa Allah menggenggam cahaya-Nya, lalu berfirman, "Jadilah engkau Muhammad." Maka ia adalah makhluk yang pertama kali diciptakan Allah, dan dari situ diciptakan langit, bumi dan seterusnya. 

Dari itu tersiar kalimat: "Shalawat dan salam bagimu wahai makhluk Allah yang pertama," hingga kalimat itu dikaitkan dengan adzan yang disyariatkan, seakan-akan bagian darinya. Perkataan itu tidak sah riwayatnya dan tidak dibenarkan oleh akal, tidak akan mengangkat agama, dan tidak pula bermanfaat bagi perkembangan dari peradaban dunia.

Keawalan Nabi Muhammad saw. sebagai makhluk Allah tidak terbukti, seandainya terbukti tidaklah berpengaruh pada keutamaan dan kedudukannya di sisi Allah. Tatkala Allah Ta'ala memujinya dalam Kitab-Nya, maka Allah memujinya dengan alasan keutamaaan yang sebenarnya. Allah berfirman: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar orang yang berbudi pekerti agung" (QS. Al-Qalam: 4).

Hal itu yang terbukti dan ditetapkan secara mutawatir. Nabi kita Muhammad saw. adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib Al-Hasyimi Al-Quraisy yang dilahirkan lantaran kedua orang tuanya, Abdullah bin Abdul Muththalib dan Aminah binti Wahb, di Mekkah, pada tahun Gajah. Beliau dilahirkan sebagaimana halnya manusia biasa dan dibesarkan sebagaimana manusia dibesarkan. Beliau diutus sebagaimana para Nabi dan Rasul sebelumnya diutus, dan bukan Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul.

Beliau hidup dalam waktu terbatas, kemudian Allah memanggilnya kembali kepada-Nya: "Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (QS. Az-Zumar: 30). Beliau akan ditanya pada hari Kiamat, sebagaimana para Rasul ditanya: "(Ingatlah) hari di waktu Allah mengumpulkan para Rasul, lalu Allah bertanya (kepada mereka), 'Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?' Para Rasul menjawab, 'Tidak ada pengetahuan kami (tentang itu) sesungguhnya Engkau-lah yang mengetahui perkara yang gaib'." (QS. Al-Maidah: 109).

Alquran telah menegaskan kemanusiaan Muhammad saw. di berbagai tempat dan Allah memerintahkan menyampaikan hal itu kepada orang-orang dalam berbagai surat, antara lain: "Katakanlah, 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukann kepadaku, Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa ...'." (QS. Al-Kahfi: 110)."Katakanlah, 'Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?'" (QS. Al-Isra': 93).

Ayat di atas menunjukkan bahwa beliau adalah manusia seperti manusia-manusia lainnya, tidak memiliki keistimewaan, kecuali dengan wahyu dan risalah. Nabi saw. menegaskan makna kemanusiaannya dan penghambaannya terhadap Allah, dan memperingatkan agar tidak mengikuti kebiasaan-kebiasaan dari orang-orang sebelum kita, yaitu penganut agama-agama terdahulu dalam hal memuja dan menyanjung: "Janganlah kamu sekalian menyanjungku sebagaimana kaum Nasrani menyanjung Isa putra Maryam. sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari).

Nabi yang agung ini adalah manusia seperti manusia lainnya dan tidak diciptakan dari cahaya maupun emas, tetapi diciptakan dari air yang memancar dan keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang rusuk wanita sebagai bahan penciptaan Muhammad saw. Adapun dari segi risalah dan hidayat-Nya, maka beliau adalah cahaya Allah dan pelita yang amat terang. Alquran menyatakan hal itu dan berbicara kepada Nabi saw.: "Wahai Nabi sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira serta pemberi peringatan. Untuk menjadi penyeru pada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi."(QS. Al-Ahzab: 45-6).

Allah swt. berfirman yang ditujukan kepada Ahlul kitab: "... Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan." (QS. Al-Maidah: 15). "Cahaya" dalam ayat itu adalah Rasulullah saw, sebagaimana Alquran yang diturunkan kepada beliau adalah juga cahaya. Allah swt. berfirman: "Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya serta cahanya (Alquran) yang telah Kami turunkan." (QS. At-Taghaabun: 8). "... dan telah Kami turunkan kepada kamu cahaya yang terangbenderang." (QS. An-Nisa': 174). Allah telah menentukan tugasnya dengan firman-Nya: "... Supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya terang-benderang..." (QS. Ibrahim: 1).

Doa Nabi saw.: "Ya Allah, berilah aku cahaya di dalam hatiku berilah aku cahaya dalam pendengaranku dan berilah aku cahaya dalam penglihatanku berilah aku cahaya dalam rambutku berilah aku cahaya di sebelah kanan dan kiriku di depan dan di belakangku." (HR. Muttafaq Alaih). Maka, beliau adalah Nabi pembawa cahaya dan Rasul pembawa hidayat. 


Dari uraian pendapat dan dalil yang telah disuguhkan di atas, telah jelaslah Isu tentang Muhammad Adalah Manusia Pertama merupakan ISU belaka yang tiada dalil jyang shahih sebagai pendukungnya. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang mengikuti petunjuk cahaya dan Sunnahnya. Aminn

Wassalam..
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 1:44:00 AM

Menghadapi Kenaikan BBM Dengan Lapang Dada

Assalamu'alaikum Sahabat-sahabatku.
Sebelum memulai tulisan ini ada baiknya kita baca ayat Allah berikut :
Bismillahhirrohmaanirrohiim,

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan,dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya"
[Q.S Al-Ma'ariij 70 : 19-27]

Baru-baru ini pemerintah kita telah menetapkan sebuah aturan Undang-Undang tentang kenaikan BBM dengan segala pertimbangan dan dasar yang telah dikaji. Berbagai macam penolakan telah dilakukan oleh masyarakat maupun mahasiswa yang berdemo untuk menolak rencana Undang-Undang tersebut. Apa daya, kita hanya bisa menerima keputusan dari pemerintah dan DPR yang seyogianya kita sendiri yang memilih mereka sebagai wakil kita. Apakah pemerintah tidak pro rakyat kecil? Apakah para anggota DPR yang pada hakekatnya adalah pesuruh kita tiada memikirkan tentang nasip kita-kita yang masih tergolong pada ekonomi lemah sampai menengah? Jangankan rupiah sebesar 2.500,- , bahkan rupiah 500,- atau istilah kerennya gopek pun kadang sangat bermanfaat untuk kita-kita, ( terutama masa-masa tanggal tua mahasiswa, wkwkwk ).

Saudaraku, bukan pertanyaan-pertanyaan di atas yang harus kita bahas sampai kita pusing seribu keliling, toh kenaikan BBM telah ditetapkan dan mungkin kita semua rata-rata dah merasakannya bersama-sama. Tapi saudaraku, mari kita berperasangka baik, mari memcoba mengambil hikmah dari kenaikan BBM ini. Toh tanpa kita sengaja kadang kita sering menghamburkan uang kita ( maaf buuat sebagian orang, termasuk saya, hihihi ), kita sering jajan yang gak penting, beli rokok yang jauh harganya dari selisih pertambahan harga BBM yang baru ini, atau kepada hal-hal lain.

Tidak semua masyarakat merespon rencana kenaikan harga bahan bakar minyak dengan melakukan unjuk rasa. Akan tetapi, sebagian masyarakat yang ingin harga bahan bakar minyak tidak naik berusaha dengan berdoa kepada Allah agar memberikan pertolongan kepada rakyat Indonesia dengan tidak naiknya harga bahan bakar minyak dan sekaligus menyadarkan pemerintah untuk memikirkan secara jernih nasib rakyat dengan kebijakan naiknya harga bahan bakar minyak yang akan berakibat dengan naiknya seluruh kebutuhan masyarakat.

Doa yang dilafazkan oleh masyarakat yang tidak berunjuk rasa didasarkan pada keyakinan penuh akan hadis qudsi, dimana Allah berfirman: “Allah itu sesuai dengan prasangka hamba-Nya”. Seorang hamba yang yakin akan pertolongan Allah, maka dengan sangat meyakinkan Allah pasti akan menolongnya. Seorang hamba yang yakin doanya akan dikabulkan, maka Allah akan mengabulkan doa-doa tersebut lebih dari yang kita minta.

Jika kenaikan bahan bakar minyak merupakan masalah yang harus dihadapi dengan serius, maka yakinlah hanya Allah yang bisa menolongnya. Jangan sampai kita terjebak pada keyakinan yang keliru. Akibatnya kita meminta pertolongan pada mahkluk Allah untuk mengatasi kesulitan atau tujuan kita, bukan pada Allah. Sering kita melihat seorang pengusaha muslim yang meminta bantuan pada dukun atau orang pintar untuk memperlancar usahanya. Apakah mereka tidak sadar, siapa pemilik semua yang ada di alam raya ini? Semoga kita bisa mengambil hikmahnya. Jangan sampai kita menjadi orang yang dilaknat Allah karena telah menyekutukanNya.

Kapankah pertolongan Allah akan tiba? Begitu banyak yang selalu menanti dan mengharap pertolongan Allah. Ada yang sabar, ada yang tidak sabar. Ada yang yakin bahwa Allah akan menolong, ada juga yang ragu-ragu. Ada yang menikmati saat-saat menanti pertolongan Allah, namun tak sedikit yang sengsara.

Akan tetapi, bagi orang-orang yang telah mengetahui ilmunya, yakin benar bahwa Allah adalah dzat yang sama sekali tidak pernah bohong terhadap apa yang Dia janjikan. Allah adalah dzat yang sekali-kali tidak pernah salah perhitungn sedikitpun juga atas segala takdir dan ketentuan-Nya. Pasti tidak akan meleset, pasti tidak akan mengecewakan! Hanya, perkara bentuk ataupun waktunya, masya Allah, itu sama sekali bukan urusan kita. 

Bukankah untuk itu Allah swt., telah menebar janji dan jaminan-Nya lewat Alquran? Simaklah firman-Nya yang sungguh Maha Benar ini, 

‘Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” 
[Q.S. Al Mukmim :51].

 “…Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”
[Q.S. Ar Ruum :47].

Ada sebuah keluarga yang selalu di rundung ujian oleh Allah. Kedua suami istri ini ditakdirkan menderita suatu penyakit. Sang suami diuji dengan sakit yang berkepanjangan; sekali jatuh sakit dia harus berbaring selama dua hingga tiga tahun. Isterinya pun ternyata harus mendapat ujian sakit pula. Hal ini kerapkali menimpa keduanya semenjak awal berumah tangga. Akan tetapi, alhamdulillah keluarga ini benar-benar beriman.

Sampai suatu saat sang isteri ditakdirkan oleh Allah mengandung, namun sayang kehamilannya ini pun merupakan satu batu ujian tersendiri. Dokter menyarankan agar kandungannya harus segera dibersihkan. Kalau tidak akan menambah masalah baru bagi kesehatannya. Berapa biayanya? Subhanallah, untuk membersihkannya saja dibutuhkan biaya tak kurang dari empat ratus ribu rupiah. Jelas, keluarga yang memang hidup pas-pasan ini tidak mampu menanggung biaya sebesar itu. 

Keduanya pun hanya bisa menjerit kepada Allah mengadukan semua ini. “Ya Allah, sungguh Engkau Mahatahu keadaan kami. Engkau Mahatahu kami miskin harta. Kini Engkau uji kami dengan kejadian seperti ini. Hanya Engkaulah yang mampu menolong dan melapangkan kesempitan hamba-hamba-Mu,” rintihnya. Begitulah karena ketidakmampuannya menyediakan biaya pengobatan, sang istri hanya bisa berbaring lesu ditempat tidur. 

Hingga akhirnya turunlah pertolongan dari Allah yang Maharahman, yang syariatnya ternyata berupa sakit thypus! Panas! Panas sekujur tubuhnya, panas kepalanya, panas perutnya! Akibatnya, terjadilah keguguran. Dan dokter yang memeriksanya kemudian, menyatakan bahwa kandungannya kini telah bersih, sehingga tidak perlu lagi diadakan pembersihan kandungan sebagaimana yang telah disarankannya tempo hari. Allahu Akbar!

Pertolongan Allah memang tidak mesti sebentuk dengan apa yang kita duga dan harapkan. Kita jangan terperdaya oleh syetan yang menganggap Allah tidak menolong kita, padahal pertolongan Allah ternyata sudah datang. Hanya karena beda bentuk saja.

Allah pasti sangat memperhatikan keadaan kita jauh lebih besar daripada perhatian kita terhadap diri sendiri. Betapa tidak! Karena, Dia-lah yang merancang tubuh kitadengan detail, sedangkankita tidak tahu apa-apa tentang diri ini. Lantas apalagi yang perlu kita kita ragukan dalam hidup ini tentang jaminan dan jamuan dari Allah swt.

Hanya orang-orang malang yang ragu-ragu terhadap janji Allah. Padahal keraguan tidak mendatangkan apapun, selain mendatangkan kesengsaraan! Yakin ataupun tidak yakin tetap saja ketentuan Allah akan menimpa kita. Hanya dengan keyakinan yang mantapah ketentuan Allah akan berubah menjadi ladang nikmat apapun yang terjadi. Akan tetapi, kalau kita hadapi kejadian dalam hidup ini dengan buruk sangka terhadap pertolongan Allah, maka kita sudah sengsara duluan menghadapinya, bahkan terhalang juga pertolongan Allah itu karena keburuksangkaan kita terhadapnya.

Oleh sebab itu, mari kita sikapi rencana kenaikan bahan bakar minyak dengan arif dan bijaksana, jangan sekali-kali mimpi hidup enak tanpa ujian dari Allah karena bagaimanapun ujian itu sendiri merupakan konsekuensi logis dari keberimanan kita. Sejauh kita yakin bahwa ujian merupakan suatu jalan bagi diangkatnya derajat keimanan kita, insya Allah semua ini akan menjadi ladang nikmat. Karena, toh tidak bisa diragukan lagi bahwa diujung segala ujian, karunia pertolongan-Nya siap menyongsong.

Ketahui Saudaraku, Allah tiada memberi beban yang melampaui kesanggupan hambanya. Mari mencoba melapangkan dada, berusaha dan berserah diri kepada Allah. Dari pada kita terus mengeluh, atau bahkan sampai ada upat dan caci maki, Na'udzubillah, toh itu gak akan mengubah keputusan itu kan? Kerna tiap-tiap kita telah memiliki rizkinya masing-masing. Dan jangan pernah lupa tentang ayat Allah dalam ayat seribu dinar :

Sesiapa yang bertaqwa kepada Allah(dengan mengerjakan suruhan-Nya dan meninggalkan larangan-Nya), nescaya akan diberikannya kelapangan (jalan keluar dari segala perkara yang menyusahkannya). Dan diberikanya rezeki yang tidak disangka-sangka. Dan (ingatlah), sesiapa yang bertawakal (berserah diri bulat-bulat) kepada Allah, maka dicukupkan baginya (keperluan untuk menolong dan menyelamatkannya). Sesungguhnya Allah tetap melakukan segala yang di kehendaki-Nya. Allah telahpun menentukan kadar dan masa bagi berlakunya tiap-tiap sesuatu. 
[Q.S At-Talaq Ayat 2 & 3 ]

Think-smart saudaraku, usaha telah kita lakukan, inilah memang usaha kita untuk menolaknya tiada terwujud, mungkin Allah punya rencana di balik semua itu. Jadi tugas kita sekarang adalah tawakkal dan tetap berusaha. Semoga kita selalu dapat petunjuk dan ridhoNya. Amin...

Semoga bermanfaat,
Wassalam :)
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 3:35:00 PM

Memaknai Ikhlas Dengan Hakikat Sebenarnya (Contoh)

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Assalaamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh...,
Smoga sahabat2 dan Saudara2 ku dalam keadaan sehat dan dalam ridho Ilahi.

Kali ini, saya akan membahas tentang Ikhlas dengan judul  Arti Ikhlas Yang Sebenarnya (Salah Satu Contoh). Ikhlas berarti tulus, murni karena Allah, hanya mengharap ridho Allah dan tiada berniat mengingat2-nya suatu saat nanti. Apa arti Salah Satu Contoh dalam judul ini ialah menunjukkan betapa luasnya cakupan ikhlas terlebih dikaji dalam ilmu tasawuf tauhidnya hingga penulis hanya akan memfokuskan kepada salah satu contoh yang bisa membuat nilai ikhlas itu sempurna dan sia-sia. Contoh hal yang harus kita belajar ikhlas tersebut adalah Melupakan Jasa dan Kebaikan Diri.

Dalam Al-Quran Allah berfirman :
Bismillah :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ 

" Dan tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu "
[Q.S Adz-Dzariyaat 56 :51]

Ayat di atas telah jelas menunjukkan kepada kita tentang tugas dan hakekat masa hidup yang diberikan Allah kepada jin dan kita, manusia. Perkara beribadah, Allah juga berfirman :
Bismillah :


وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus , dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.
[Q.S Al-Bayyinah 98 : 5]

Kata  مُخْلِصِينَ  memurnikan keta'atan dalam ayat itu berarti tulus ikhlas, amalan tidak akan murni tanpa adanya niat yang ikhlas karena Alllah.
Kembali ke topik tentang melupakan jasa dan kebaikan diri. Saudaraku, semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Saudaraku, ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah swt., maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, sebetulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.

Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.

Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan seorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.

Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.

Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?

Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.

Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah swt., pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.

Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.


Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Wassalam.

(syukron katsir untuk abanganda Dr. Fuji Rahmadi P,MA yang menjadi inspirasi dari tulisan ini dipublikasikan ke publik sebagai dakwah Islami.
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 11:19:00 PM

Hal Tentang Berlomba-Lomba Dalam Kebaikan

Assalamu'alaikum ya akhi dan ukhi saya seiman,
Berlomba-lomba dalam kebaikan adalah suatu perintah Allah dalam Al-Quran :

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

“Dan bagi setiap orang ada memiliki arah yang dituju ke arah mana dia menghadapkan wajahnya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” 
[QS. Al-Baqarah: 148]

Di dalam ayat ini Allah telah menyatakan bahwa merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim supaya tegak dan teguh dalam melakukan kebaikan dan tidak hanya sekedar maju dalam kebaikan,tetapi terus berupaya juga untuk saling mendahului satu dengan yang lain di dalam hal kebaikan. Sebab kebaikan itulah yang di antaranya membuat kita sebagai orang-orang yang paling baik.

Apa yang dinamakan dengan kebaikan-kebaikan itu? Kebaikan itu adalah penunaian haqqullah dan haqqul ibaad. Apa penunaian haqqullah itu? Penunaian-penunaian haqqullah adalah bahwa sambil menanamkan rasa takut dan rasa khusyu’ pada Allah seorang melaksanakan ibadah kepada-Nya dan tidak ada peluang yang dia tinggalkan untuk beribadah padanya, untuk meraih kedekatan dengan-Nya dan untuk berzikir pada-Nya.

Dalam hal antusiasme dalam kebaikan kita bisa melihat bagaimana para sahabat Rasulullah saw. Dalam satu riwayat dikatakan bahwa pada suatu saat para sahabah yang kurang dari segi harta hadir di hadapan Rasulullah saw dalam corak mengadu dan mengeluh, “Ya Rasulullah! sebagaimana kami melakukan salat seperti itulah orang-orang kaya melakukan salat. Sebagaimana kami melakukan puasa seperti itu pulalah orang-orang yang kaya melakukan puasa juga. Sebagaimana kami berjihad, seperti itu pulalah orang-orang kaya melakukan jihad. Tetapi ya Rasulullah ada pekerjaan lebih yang mereka kerjakan. Mereka memberikan sedekah dimana kami yang karena ketidakmampuan kami tidak dapat melakukan itu. Beritahukanlah kepada kami suatu metode yang dengan melakukan itu kami dapat menutupi kekurangan itu.” Beliau saw bersabda, “Setiap selesai salat bacalah subhanallah 33 kali dan 33 kali alhamdulillah dan 34 kali allahu akbar.

Sahabat ini sangat gembira bahwa kini ia dapat setaraf dalam kebaikan-kebaikan dengan para hartawan. Mereka mulai mengamalkan sesuai dengan cara ini, tetapi sesudah beberapa hari orang-orang kaya juga mengetahui akan cara ibadat seperti itu dan mereka juga mulai membaca tasbih dan pujian seperti itu. Sahabah ini kembali hadir di hadapan Rasulullah saw lalu mereka mengeluh dan mengadu bahwa para orang kayapun kini mulai melakukan amal seperti ini juga dan mereka menyusul kami. Jadi Rasulullah saw bersabda bahwa apabila Allah memberikan taufik pada seseorang untuk melakukan kebaikan maka bagaimana saya bisa mencegahnya.

Dalam suatu riwayat di bawah ini juga akan memperlihatkan kepada kita bagaimana sebenarnya esensi dan semangat para sahabat dan muhajidin Muslim dalam melakukan segala kebaikan yang bisa ia lakukan, walaupun harus berkonban jiwa sebagai mujtahid.

Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada waktu perang uhud " Ya Rasullullah, apakah engkau tahudimanakah tempatku seandainya aku terbunuh?" Beliau menjawab. "di dalam surga, maka tanpa membuang waktu ia melempar biji kurma yang ada ditangannya, kemudian maju berperang sampai akhirnya terbunuh.

Begitu pula apa yang dilakukan oleh Anas bin Nadhir ketika pasukan muslim diserang pasukan kuda orang-orang musrik di perang uhud dan pasukan muslim terdesak....dia berkata kepada Sa'ad," Wahai Sa'ad bin Mu'adz, demi Tuhannya ka'bah, sesungguhnya saya mencium bau surga di dekat uhud ". dan dengan gagah beraninya dia maju kemedan perang hingga akhirnya terbunuh.

Oleh karena itulah Rosulullah bersabda dalam hadistnya :

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, ia berkata, " Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda, 'Bersegeralah kalian untuk beramal sebelum datang tujuh perkara. Apakah kamu menantikan kemiskinan yang dapat melupakan, kekayaan yang dapat menimbulkan kesombongan, sakit yang mengendorkan, tua renta yang dapat melemahkan, mati yang dapat menyudahi segala-galanya, atau menunggu datangnya Dajjal, padahal ia adalah sejelek-jelek sesuatu yang ditunggu, atau menunggu datangnya hari kiamat, padahal hari kiamat adalah sesuatu yang amat berat dan amat menakutkan," 
[HR. At-Tirmidzi dan dia berkata "hadits hadsan"]

Jadi perhatikanlah bagaimana semangatnya mereka untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Diantara mereka banyak terdapat para pebisnis, para hartawan, tetapi dengan adanya perintah Allah ‘berlombalah dalam kebaikan-kebaikan’ maka sedemikian rupa mereka berlomba melakukan amal baik itu sehingga sama sekali tidak ada batasnya. Kemudian perhatikanlah, bagaimana Allah menghargai kebaikan-kebaikan mereka  baik secara personal sebagai individu, muapun berjemaah atau kedua-duanya. Allah memberikan pada mereka sedemikian banyak berkah dan rahmat.

Kemudian apa yang dimaksud dengan haququl’ibaad? yaitu Berbuat baik pada keluarga dan kerabat dekat. Kemudian dari itu yang paling utama adalah menunaikan hak-hak istri dan demikian pula istri-istri menunaikan hak suami-suami, suami istri menunaikan hak-hak keluarga dari kedua belah pihak, memperhatikan orang-orang miskin.

Fastabiqul khoiroot adalah keistimewaan Islam
Fastabiqul khairat mengindikasikan bahwa di antara setiap agama mempunyai keistimewaan-keistimewaan menonjol tetapi di sana juga terdapat perbedaan bahwa agama-agama lain hanya menyeru orang kepada kebaikan, tetapi Islam menyeru kepada perlombaan. Pertama, adalah lakukanlah kebaikan dan kemudian berlombalah dalam kebaikan-kebaikan dan berupayalah satu dengan yang lain untuk saling menyusul dalam kebaikan. Disini Allah menggunakan kata perlombaan yang di dalamnya kendati tidak didapatkan arti kata cepat dan segera. Sebab, dari segi lughat andaikata dua orang berjalan lambat sekalipun tetapi satu dengan yang lain, saling mendahului maka mereka telah melakukan perlombaan. oleh sebab disini terdapat perintah bagi setiap orang untuk berlomba. 

Kini jika seorang dengan upayanya dia menyusul maka untuk yang lainpun terdapat juga perintah bahwa diapun juga harus menyusul ke depan. Maka apabila dia akan menyusul duluan dari itu maka akan timbul upaya orang yang duluan untuk menyusul lebih depan. Jadi oleh karena kepada setiap orang terdapat perintah untuk terdepan dalam kebaikaan-kebaikan, maka dengan demikian akan timbul sebuah perlombaan dalam melakukan kebaikan-kebaikan. Sebagaimana riwayat yang telah diterangkan diawal tadi bahwa para sahabah sangat risau bahwa kenapa si fulan mendahului kami.

Berkenaan dengan Rasulullah saw., tertera dalam sebuah hadis bahwa beliau bersabda, kebaikan yang terbaik adalah kebaikan yang manusia lakukan dengan tekun berada di dalamnya. Kondisi yang bercorak “pulang pergi” bukanlah yang hakiki bahkan itu merupakan pertanda orang sakit. Sebagaimana seorang yang berpenyakit gila tidak waras manakala dia tertawa maka dia akan terus tertawa dan apabila mulai menangis maka akan terus menangis,dan apabila mulai makan maka akan terus makan, jika dia tidur maka akan terus tidur dan jika mulai sadar atau jaga maka sampai berminggu-minggu ia tidak akan mengantuk. Di dalam semua perkara itu keinginannya tidak ikut campur dan dia tidak dapat dihukum karena suatu tindakannya. Tidak akan ada yang menanyakan padanya bahwa kenapa dia tertawa dan menangis.

Demikian pula dalam kondisi keruhanian pada manusia datang waktu-waktu yang sedemikian rupa yang apabila karena pengaruh sesuatu dari luar atau akibat terjadi kekurangan pada sel saraf atau otak maka akan menyampaikan suatu kondisi khusus pada puncaknya. Jika dia mulai melakukan salat maka dia akan shalat terus menerus, tetapi beberapa hari kemudian dia tinggalkan shalat sama sekali. Dari itu jelas bahwa dia melakukan salatnya bukanlah merupakan indikator meningkatnya kondisi keruhanianya. Sebab jika demi untuk Tuhan dia melakukan salat maka dia tidak akan meninggalkannya. Itu merupakan sebuah penyakit sebagaimana adanya penyakit banyak makan dan penyakit banyak tidur. Demikian pula bisa ada penyakit banyak melakukan salat- salat.

Jadi kebaikan itu bukanlah kebaikan yang dilakukan untuk beberapa waktu sampai kelewat batas lalu dia tinggalkan. Tetapi kebaikan itu hendaknya dilakukan dengan tekad yang teguh, yang didalamnya terdapat keistiqomahan. Jadi lakukanlah kebaikan sesuai dengan kemampuan dan teruslah melangkah maju di dalamnya. Lakukanlah dengan dawam dan istiqamah.

Dengan riwayat-riwayat di atas kiranya dapat menggugah hati dan semangat kita dalam kebaikan. Saudaraku, begitu banyak kebaikan-kebaikan yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Mari kira renungkan saudaraku, Allah Ta'ala telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang tentunya harus kita syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati bahwa nikmat-nikmat tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan karunia-Nya yang diberikan kepada kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur kepada-Nya melalui lisan-lisan kita dengan cara memuji-Nya; dan yang ketiga, mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.

Di antara nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan sehatnya anggota badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat itu harus kita gunakan untuk ketaatan kepada Allah dengan cara menginfakkan harta yang kita miliki di jalan kebenaran, membiasakan lisan kita untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya dengan dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih, mengucapkan ucapan yang baik, beramar ma'ruf nahi munkar dan sebagainya.
Kalaulah kita belum mampu secara maksimal melakukan ketaatan kepada Allah dengan harta maka bukan berarti pintu ketaatan tertutup bagi kita, bahkan masih banyak pintu ketaatan lainnya yang Allah syari'atkan untuk kita, seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut ini:

Dari Abu Dzarr radhiyallahu 'anhu: bahwa segolongan shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala-pahala, mereka shalat sebagaimana kami pun shalat, mereka puasa sebagaimana kami pun puasa, tetapi mereka bisa bershadaqah dengan kelebihan harta mereka." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang bisa kalian shadaqahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah dan setiap tahlil adalah shadaqah; amar ma'ruf (menyuruh kepada kebaikan) adalah shadaqah, nahi munkar (mencegah dari kemunkaran) adalah shadaqah dan (bahkan) pada kemaluan salah seorang dari kalian terdapat shadaqah." Mereka bertanya: "Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami yang menumpahkan syahwatnya itu memperoleh pahala?" Beliau bersabda: "Apa pendapat kalian, seandainya dia meletakkannya pada yang haram, bukankah dia memperoleh dosa? Maka demikian juga, seandainya dia meletakkannya pada yang halal maka dia memperoleh pahala." 
[HR. Muslim no.1006]

Semoga Allah menganugerahkan taufiq pada kita supaya kita jangan hanya menjadi orang yang mengupayakan kebaikan bahkan dengan berupaya berlomba dalam kebaikan itu kita juga meraih tingkatan ketakwaan yang tinggi. Setiap ucapan kita, setiap pekerjaan kita, duduk dan bangun kita sesuai dengan keridhoan Allah.

Syukron katsir untuk abanganda Ustadz Dr. Fuji Rahmadi P, MA yang telah mengamanahkan kepda saya untuk mengembangkan sebuah catatan yang diberikan beliau kepada saya. Kiranya tulisan ini dapat menjadi risalah dalam berdakwah dan terus berdakwah. Dan memoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semuanya.
Wassalam :)
Written by: Muchlis Al-Habibi
Al-Kautsar_@n Islamic Side Updated at: 3:56:00 PM
Home

Terpopuler